Oleh Apriadi Rama Putra
Jurnalis Katacyber.com Wilayah Aceh Tenggara
Pesta demokrasi sudah berlalu dan saatnya para pelaku demokrasi beraksi. Seperti seorang tim sukses (timses) dan pejabat publik mulai dari tingkat desa hingga nasional, kini memikirkan arah tujuan kedepannya. Namun, di balik sorotan pemenangan, tersembunyi realitas yang kurang mengenakkan.
Warung kopi, tempat di mana aroma kopi menyatu dengan cerita-cerita politik yang menggairahkan, menjadi saksi bisu dari kisah-kisah keberhasilan dan kegagalan. Cerita gembira seorang tim sukses terdengar dengan kata-kata puitis yang seakan membelenggu rekam jejak perjuangan. Namun, di tengah gemerlapnya sorotan kemenangan, tersembunyi cerita-cerita kelam yang tak kalah menarik untuk disimak. Dibalik kata-kata manis, terselip kepura-puraan dan editan wajah yang menjijikkan. Ini bukanlah anomali, melainkan pemandangan umum di warung-warung kopi saat ini.
Dari sudut warung kopi yang remang-remang, terdengarlah bisikan-bisikan ambisius seorang tim sukses yang merasa menjadi tumpuan bagi kemenangan seorang kandidat. “Seandainya bukan karena dukunganku, dia tidak akan sampai duduk!” ujar mereka dengan penuh kebanggaan palsu. Namun, di balik kata-kata manis yang mereka pancarkan, terselip kebusukan moral yang menghantui panggung politik. Orang-orang seperti ini, bermuka dua dan suka menjilat, seringkali menganggap bahwa tanpa kontribusi mereka, kandidat tidak akan meraih kemenangan. Mereka melupakan bahwa kejujuran dan integritas adalah fondasi utama dalam perjuangan politik yang sesungguhnya.
Orang-orang seperti itu, dengan wajah-wajah yang berubah seperti bayangan, berusaha meyakinkan dunia bahwa tanpa mereka, kemenangan tidak akan pernah tercapai. Mereka lupa bahwa di balik sorotan, tersembunyi banyak ribuan orang yang telah bersusah payah demi satu tujuan yang sama.
Namun, masalah tidak berhenti di situ. Setelah kandidat terpilih, muncul lah para sosok oportunis tanpa rasa malu yang sebelumnya menolak untuk membantu, namun kini bersikeras mendapat perhatian karena posisi yang dipegang. Mereka, juga mengklaim bahwa mereka adalah pahlawan di balik kemenangan, patut disebut manusia yang bersifat autis politik.
Dalam jagat politik yang penuh dengan tipu daya dan intrik, tidak jarang tim inti yang seharusnya menjadi tulang punggung seorang kandidat, terpinggirkan oleh gurita-gurita kepentingan yang menggeliat di sekelilingnya. Mereka yang dengan setia membangun fondasi kemenangan, terbuang sia-sia oleh cengkraman kepentingan jangka pendek. Dan dalam dinamika internal, bahkan tim Inti yang berjuang keras dari awal bisa tersingkir oleh manusia-manusia oportunis yang hanya menunggu kesempatan. Karena tidak jarang, jilatan-jilatan politik mengalahkan kerja keras dan integritas yang sesungguhnya.
Dalam menyongsong masa depan yang penuh dengan ketidakpastian, penting bagi para pemimpin yang terpilih untuk memilih orang-orang dan tim yang berkualitas. Mereka yang mampu meramu strategi dan merancang visi dan misi yang bersifat inklusif dan berkelanjutan, bukan sekadar pandai bersilat lidah dan memainkan peran politik yang menjijikkan dan menunggu di tikungan saja.
Sebab, di ujung perjalanan politik yang tak pernah berhenti, langkah dan orang-orang yang tepat di samping kalian adalah kunci utama keberhasilan. Prestasi yang diukir di tengah masyarakat adalah modal berharga yang akan membantu menjaga kepercayaan publik dan memudahkan untuk meraih kembali kursi yang diimpikan di 2029 nanti.
Jadi, di antara sorotan kemenangan, mari sama-sama renungkan bahwa membangun masa depan yang lebih berkualitas memerlukan integritas, kerja keras, dan kejujuran. Itulah yang sebenarnya membedakan antara pelaku politik yang sesungguhnya dan mereka yang hanya pandai menjilat dan banyak bicara saja.
Leave a Review