Otonomi daerah yang berlaku sejak pasca reformasi, telah banyak mendistribusi beberapa urusan rumah tangga pemerintahan dari Pemerintah (pusat) ke pemerintah daerah provinsi dan Kabupaten / Kota. Sebagai anti tesis sistem pemerintahan sentralistik pada zaman Orde Baru.
Pada periode pertama pemberlakuan otonomi daerah, lebih bertumpu di Pemerintah Kabupaten/Kota. Sehingga otonomi daerah pada fase pertama banyak menimbulkan persoalan, terutama yang berkaitan dengan hubungan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kab / kota.
Sedangkan otonomi daerah saat ini, lebih proporsional, yaitu dengan menempatkan kedudukan pemerintah/provinsi lebih kuat ketimbang sebelumnya, yaitu diberikannya porsi kendali terhadap pemerintah kabupaten/kota.
Dengan demikian, Gubernur sebagai kepala daerah provinsi, saat ini mempunyai peran dan kewenangan strategis di dalam memajukan wilayahnya.
Dalam konteks itu, seorang calon gubernur, pada saat berniat akan maju berkontestasi, seharusnya sudah melakukan deskripsi persoalan persoalan dan tantangan yang akan dihadapi sebagai bahan kebijakannya setelah dia dilantik sebagai gubernur definitif. Artinya, dalam menjalankan pemerintahan dan kebijakannya mempunyai acuan jelas yang berlandaskan pada berbagai persoalan dan tantangan aktual yang ada di wilayahnya.
Berangkat dari uraian di atas, dalam konteks Jawa Tengah, diketahui ada beberapa indikator yang secara prosentase masih di bawah dua provinsi besar lainnya di pulau jawa ini.
Indikaror indikator tersebut, merupakan tantangan yang harus diselesaikan oleh Gubernur Jateng yang akan datang. Sekedar contoh, ada 2 indokator strategis yang harus ditingkatkan, yaitu data kemiskinan, dan stunting Kedua indikator tersebut, merupakan isue populer dan kunci penilaian keberhasilan seorang kepala daerah, disamping indikator kunci lainnya
Data kedua indikator tahun 2023 di atas , yaitu :
1) Provinsi Jabar, penduduk miskin 7,62%, dan stunting 20,20%
2) Jateng, penduduk miskin 10,77%; stunting 20,80%,
3) Jatim, penduduk miskin 10,35%: stunting 19,20%.
Untuk menjawab, dua jenis tantangan tersebut, memerlukan seorang figur Gubernur yang mempunyai kepedulian dan keberpihakan serta konstelasi relasi yang kuat dari berbagai sisi. Karena solusi yang harus di hadirkan bersifat paralel, sehingga bisa sekaligus menjawab dan menuntaskan persoalannya.
Maka dari sisi itu, Gubernur Jateng untuk 5 tahun ke depan, harus seorang figur yang cerdas, berani, berkarakter, berprestasi dan peduli.
Dari sekian figur yang muncul saat ini, yang diperkirakan bakal mampu menjawab dua indikator tantangan tadi adalah Sudaryono. Kenapa demikian? Ada beberapa alasan Sudaryono layak menerima amanah rakyat Jateng, antara lain:
1) Sudaryono adalah anak biologis Prabowo, yang mewarisi karakter berani dan tegas, didukung oleh tingkat kecerdasan memadai, dengan latar belakang pendidikan yang sama, yaitu lulusan akademi militer. Bedanya, Sudaryono lulusan akademi militer di Jepang.
2) Sebagai anak idiologis Prabowo, Sudaryono akan lebih cepat beradaptasi ketimbang figur lainnya, dalam hal menjalankan program program strategis pemerintah pusat, sehingga bisa dengan mudah melakukan linierisasi program program tersebut, untuk dikembangkan, guna mendorong akselerasi kemajuan Jateng 5 tahun ke depan.
3) berkaitan dengan konsep keberlanjutan program pemerintahan Presiden Jokowi, Sudaryono akan juah bisa berinovasi dan berkontribusi lantaran ada kesamaan karakter dengan Presiden Jokowi, yaitu senang blusukan dengan tingkat kepedulian terhadap wong cilik sama sama besar.
Berdasarkan uraian di atas, rakyat Jateng patut bersyukur, karena memiliki Sudaryono. Dia adalah figur muda berprestasi di luar Jateng, tapi mau pulang kampung membangun daerahnya.
Wallohualam bisshowab
Jakarta, 3 April 2024
NANDANG SUDRAJAT
Sekjen DPP PAPERA
Leave a Review