Oleh Mukhlis Akbar, Penasehat Komunitas Petani Peduli Lingkungan (KPPL)
Dalam beberapa dekade ini penggundulan hutan memang menjadi tren di kalangan para pengusaha yang bergerak di bidang tambang dan perusahaan-perusahanan kelapa sawit dalam memperluas kebun dengan cara membuka lahan secara besar-besaran, dan tak jarang juga menyerobotan lahan masyarakat juga terjadi, hingga sampai memasuki ke dalam kawasan hutan lindung, sehingga menyebabkan konflik dan kerusakan sebuah ekosistem yang ada di dalam kawasan hutan Lindung.
Pembukaan lahan secara besar-besaran ini tak jarang terkadang menjatuhkan korban jiwa, sehingga terkadang masyarakat juga yang terkena imbasnya, baik secara sosial dan bencana alam, tak jarang menimbulkan korban jiwa yang disebabkan oleh adanya bentrokan dalam mempertahankan lahan yang sudah lama mereka garap menjadi lahan pertanian, dan tak jarang juga korban jiwa disebabkan bencana banjir bandang, tanah longsor yang semua ini disebabkan oleh pembukaan lahan di kawasan hutan lindung.
Perambahan lahan yang terlanjur dilakukan yang berdampak pada kerusakan hutan dan abrasi pada hulu sungai sehingga menyebabkan banjir bandang dan pendangkalan pada sungai ini harus segera di cegah dengan cara melakukan Reboisasi kembali terhadap lahan yang sudah terlanjur dibuka yang umumnya menyentuh zona inti seperti wilayah kawasan hutan lindung ataupun Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).
Mulai dari awal 2015 Yayasan Forum Konservasi Leuser yang bekerjasama dengan pihak pemangku wilayah sangan cekatan dalam menyuarakan isu lingkungan, bahkan tak hanya sekedar menyuarakan akan tetapi terjun langsung ke wilayah-wilayah yang sangat membutuhkan untuk di lakukan penghijauan kembali di seluruh kawasan yang meliputi KEL (Kawasan Ekosistem Leuser) yang ada di Aceh.
Tak hanya celoteh belaka kegitan yang dilakukan memang secara nyata seperti mendirikan Pos Restorasi dan pondok pembibitan yang kedepannya akan menjadi pondok penyuplai bibit-bibit tanaman hutan yang akan menggantikan tanaman sawit yang sudah menjamur di dalam kawasan hutan lindung yang seharusnya bukan menjadi tempat habitat mereka untuk hidup dan berkembang biak.
Kegiatan ini pun terus berlangsung dan mulai memperlihatkan hail yang tidak main meski memiliki perjuangan yang panjang untuk mencapai seperi sekarang ini dari tahap sosialisasi tahap penanaman dan bahkan kecaman manis yang di dapatkan para staf Restirasi yang ada di lapangan dalam menyukseskan kegiatan menghijaukan kembali hutan dan menghasilkan untuk petani setempat dengan konsep Agro foresty yaitu mengganti pola tanaman masyarakat yang dulunya sawit denga tanaman hutan yang menghasilkan dan ramah lingkunga.
Perjuangan staf restorasi dalam melakukan tugas lapangan bukan seperti membalikkan telapak tangan dalam upaya menghijaukan kembali banyak lika liku dan tantangan yang harus ditelan. Seperti 20 hari full dalam tugas lapangan dan tanpa ada jaringan internet sama sekali. Hal ini terjadi seperti di salah satu pondok Restorasi Lae soraya yang terletak di Kecamatan Sultan Daulat. Tak hanya itu, para staf dalam setiap bulannya lebih banyak menghabiskan waktu di lapangan demi suksesnya kegitan restorasi tersebut.
Tak jarang pula terkadang para staf lebih banyak waktu luang bersama tanaman dan hutan dari pada keluarganya, dan yang lebih uniknya lagi para staf terkadang lebih tahu pertumbuhan tanaman yang mereka tanam di hutan daripada pertubuhan anaknya yang mereka “tanam di rumah”.
Banyak hal yang mereka lewatkan dan banyak hal pula yang mereka belum ketahui karena keterbatasan informasi yang belum merka dapatkan, bahkan cemoohan pun berdatangan dalam bentuk candaan kepada para tim tersebut, akan tetapi itu menjadi tantangan bagi kami karena percayalah semakin besar tantangan maka akan semakin dekat dengan sebuah keberhasilan yang akan kita dapatkan dan kita nikmati kedepannya, bukan untuk kami akan tetapi untuk kita semua.
Jika sebuah kerusakan bisa kita ciptakan mengapa tidak kita ciptakan sebuah kebaikan untuk memperbaiki kerusakan yang telah kita lakukan. Bukan tentang hari ini tapi untuk hari esok, bukan untuk kita tapi untuk mereka generasi sesudah kita. Bukan hanya celoteh biasa terkait gundulnya rambut akan tetapi aksi nyata bagaimana perjuangan menghijaukan hutan untuk masadepan dan menciptakan sejarah yang unik yang jarang dilakukan orang yang berfikir di luar nalar. Demikianlah makna terdalam dari kalimat lebih baik gundul rambut dari pada gundul hutan.
Leave a Review