Oleh: Syarifuddin Abe
Sebenarnya, orang yang tidak suka tertawa dengan orang yang suka tertawa, sama-sama memiliki rasa humor. Apakah rasa humor itu diketahui olehnya atau sama sekali tidak diketahuinya. Maka jangan salah, kalau tiba-tiba ada yang tertawa terhadap seseorang, padahal orang itu dalam kesehariannya serius pembawaannya dan tentunya sama sekali tidak terlihat pernah tertawa. Orang yang dalam kesehariaannya terlalu serius dan kaku, kekonyolan adalah hal termahal yang dimilikinya. Orang akan tertawa sekaligus membingukan orang yang tertawa. Sebaliknya, kekonyolan pada orang yang suka tertawa dianggap sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja.
Tertawa sebenarnya bukan milik orang yang suka tertawa saja, melainkan juga milik bagi orang-orang yang tidak suka tertawa. Tertawa orang yang tidak suka tertawa, biasanya lebih manis dari orang yang suka tertawa. Tertawa orang yang tidak suka tertawa, lebih terpesona bahkan nilainya sangat mahal dibandingkan tertawa orang yang tertawa melulu. Makanya ada istilah ‘tertawa itu emas’, istilah ini tentunya berlaku hanya pada orang-orang yang kurang terlihat tersenyum dan tertawa. Kata kuncinya hanya satu, jangan menganggap tertawa itu sebagai sebuah beban.
Terhadap masalah antara orang yang tidak suka humor dengan orang yang suka humor; ada sebuah kisah. Dalam sebuah pertemuan, di mana di situ berkumpul orang-orang yang suka humor, kebetulan juga ada seorang tamu yang hadir, tamu ini dikenal sebagai orang yang sama sekali tidak menyukai humor. Anda bayangkan saja, di tengah-tengah orang yang penuh humoris ada seseorang yang tidak suka kepada humor, apa yang terjadi? Dalam pertemuan itu, para humoris silih berganti bercerita tentang humor dan sontak juga hadiri pada tertawa semua, kecuali orang yang tidak suka humor itu.
Ketika seseorang tampil, lalu ia membuat lelucon dengan menyebut angka-angka, setiap angka yang disebut orang pada tertawa. Si tamu tadi bingung sendiri, hanya menyebut angka saja kok semua pada tertawa? Hingga kemudian orang-orang di situ menyebut angka silih berganti dan setiap angka yang disebut seperti mengarahkan kepada seseorang di antara mereka, suasana selalu pecah dengan tawa. Sang tamu tertarik dengan permainan itu, sang tamu ingin ikut terlibat. Lalu ia berdiri dan menyebut satu angka, setelah ia menyebutkan angka itu, tidak ada satu orang pun yang tertawa, suasana hening, sang tamu menjadi bingung dan kaku. Kemudian salah seorang humoris mencoba menyebut angka yang disebutkan oleh sang tamu itu, maka seketika itu juga orang-orang yang ada di situ tertawa, kecuali sang tamu. Sang tamu bingung dan bertanya, “kenapa ketika aku menyebut angka itu, kalian tidak tertawa?”. Sontak saja orang-orang yang hadir menjawab, “kami tidak tahu, ucapanmu itu tidak mengundang kami untuk tertawa?”.
Humor Orang yang Tidak Suka Tertawa
Rupanya ada juga orang yang tidak suka tertawa. Bagaimana wujudnya orang yang tidak suka tertawa ya? Saya secara pribadi, sulit membayangkan, ternyata ada juga orang yang tidak suka tertawa? Setahu saya, tertawa itu bagian dari aktivitas seseorang untuk mengekspresikan rasa kebahagiaan dan kegembiraannya. Walaupun orang yang bahagia dan gembira tidak mesti tertawa. Bahagia dan gembira boleh juga orang mengekspresikan lewat pesona wajahnya yang cerah, melakukan bernyanyi kecil, berjalan penuh optimis, atau boleh juga dengan senyum sana senyum sini.
Padahal, menurut Jaya Suprana (2013) tertawa memiliki makna yang sangat serius, dengan tertawa manusia tidak perlu terlalu serius dalam menghadapi persoalan-persoalan yang menjadikan kehidupannya suram, kelabu, atau bahkan menyakitkan. Itulah sering kita dengar, tidak usah terlalu serius. Jangan serius kali menghadapi persoalan hidup. Ayo, rileks, rileks dan rileks. Oleh karenanya, terlalu serius menghadapi hal-hal yang membuat kehidupan sulit dan membingungkan justru akan memperlemah daya tahan kehidupan itu sendiri. Biasanya, orang yang melulu dirundung masalah dalam hidup, terus tidak ada jalan dan cara menyelesaikannya; maka bunuh diri sering terjadi. Untung kalau bunuh diri itu langsung mati, kalau tidak mati, ya tersiksa sepanjang menuju kematian itu.
Kita sering melihat tayangan televisi, ada orang yang dengan sengaja memanjat tiang listrik atau apalah namanya, duduk sendiri di ketinggian dengan pandangan kosong. Di bawah orang berkumpul memintanya turun, pakai polisi dan tentara segala, bahkan pegawai pemadam kebakaran sibuk mencari cara untuk membantu menurunkannya, tidak hanya toa yang sering dipakai para demonstran memintanya turun, tapi sampai toa masjid pun dikumpulin hanya untuk memanggil orang itu. Pemandangan seperti ini kenapa sering terjadi? Karena mereka tidak lagi ada kemampuan untuk mentertawakan persoalan-persoalan yang melilit kehidupannya. Sehingga bunuh diri dianggap solusi jitu.
Antara masalah-masalah yang sedang dihadapi dengan bunuh diri sama sekali tidak ada hubungannya. Sebuah masalah yang dialami oleh seseorang adalah sebuah siksaan terkecil pada setiap diri manusia, namun akan ada solusinya. Bunuh diri adalah siksaan lainnya yang tidak ada solusinya, kecuali sebuah kematian. Kematian itu sendiri bukan merupakan solusi, melainkan sebuah kepastian yang dialami manusia. Kematian karena bunuh diri yang diakibatkan oleh masalah yang dianggap tidak ada solusi oleh seseorang, justru akan membawa masalah baru bagi yang ditinggalkan, utang misalnya.
Tertawa itu penting. Kok ada orang yang mengesampingkan tertawa. Tertawa itu kata kerja, maka tertawalah; bukan berarti tertawa menjadi bagian dari pekerjaan. Masak di KTP ada pekerjaan tertawa? Tertawa dapat menjadi mantra terampuh untuk mengingkari kenyataan yang membuat kita sakit, yang juga membuat kita tidak mungkin dapat mengingkarinya. Dengan tertawa, memungkinkan kita untuk sedapat mungkin bertahan hidup di tengah-tengah berbagai ancaman dan permasalahan yang membuat manusia ruwet dan sakit serta stress dalam menghadapinya.
Dengan tertawa akan melahirkan sikap ikhlas pada diri siapa saja dalam menghadapi hidup yang menurut seseorang membuatnya menjadi runyam. Di sinilah perlu lelucon dan humor untuk mentertawakan keseriusan orang, termasuk diri sendiri, ketika berhadapan dengan bermacam masalah yang membuat orang-orang jatuh sakit. Lucunya, orang yang tidak suka tertawa, malah mendambakan kematiannya seperti orang yang lagi tertawa (tersenyum). Anggapan bahwa mulut seperti tersenyum ketika mengalami kematian tanda-tanda sebagai orang baik, sah-sah saja. Tetapi senang tertawa dalam menjalani hidup juga jangan dianggap sebagai sesuatu yang tidak baik. Seorang sufi, semakin kehidupannya merasa dekat dengan Sang Pencipta, justru menjalani hidupnya sambil tertawa. Beda dengan yang lainnya, semakin ia merasa dekat dengan Sang Pencipta, justru akan semakin takut untuk tertawa?.
Pada persoalan inilah Jaya Suprana selalu bertanya; berbagai persoalan yang dihadapi manusia, membuat manusia pusing tujuh keliling. Demikian kompleksnya masalah tertawa yang dihadapi manusia, sehingga ada yang memandang tertawa sebagai sesuatu yang tidak penting atau bahkan sebagai penyakit. Pada tataran psikologi, orang tidak suka tertawa ada faktor genetik, mengalami stress yang berlebihan, memiliki tekanan secara sosial yang tidak sanggup dihadapinya, memiliki pola hidup yang tidak baik, pola asuh dalam keluarga sehingga membuat seseorang menjadi pendiam dan sangat sulit tersenyum dan tertawa, ada trauma masa lalu yang selalu menghantuinya, termasuk mengalami suatu kondisi psisikologis, seperti rasa cemas yang berlebihan bahkan sering mengalami depresi.
Setahu saya, satu-satunya negara di dunia yang penduduknya tidak pernah tersenyum adalah Bangladesh. Kalau anda ke Bangladesh, bila bertemu penduduknya, apakah di jalan, terminal dan sebagainya, mereka tidak pernah tersenyum. Anda juga jangan berharap mereka akan tersenyum kepada anda. Anda juga tidak harus kembali ke bandara lalu membeli tiket pesawat dan pulang ke kampong anda lagi, hanya gara-gara orang di Bangladesh tidak mau tersenyum kepada anda? Tidak mesti seperti itu. Releks saja, anda tidak perlu peduli terhadap hal itu. Rileks dan selesaikan tujuan anda selama anda di Bangladesh. Tersenyum bagi orang Bangladesh adalah lambang ketidakdewasaan. Ini harus menjadi perhatian kepada kita semua yang ingin berkunjung dan berwisata ke negara ini. Saya juga tidak tahu, kenapa seperti ini, mungkin karena Bangladesh memiliki penduduk terpadat di dunia atau mungkin karena dianggap termasuk salah satu negara terjorok di dunia, sehingga membuat penduduknya terbebani dan menjadi jarang tersenyum.
Humor Orang yang Suka Tertawa
Kalau anda menjumpai orang yang suka tertawa, kesan pertama anda terhadapnya pasti berbeda. Mungkin dari raut wajahnya anda akan langsung mengentahuinya. Apakah kecerahan wajahnya atau dari air mukanya. Biasanya, orang yang suka tertawa pembawaannya pasti penuh keceriaan. Rasa optimis akan terbaca pada wajahnya. Selalu tampil gembira walau menyimpan banyak masalah. Masalah boleh ada tapi gembira jangan dilupakan, begitu kira-kira motto orang yang demikian dalam menghadapi kesehariannya.
Kalau dipikir-pikir, tidak ada satupun pada diri seseorang yang tidak memiliki sifat konyol atau yang membuat orang lain tertawa. Seserius apapun seseorang, pasti memiliki sisi-sisi lucunya. Atau memang ada orang yang anti lucu atau tertawa, tanpa disadari atau memang disadari, sisi-sisi lucu dan konyol tetap ada. Suatu ketika tanpa disadari pasti ada yang mentertawakan. Apakah itu dari tingkah lakunya, perkataannya, yang pasti tetap akan ada yang membuat orang tertawa.
Kita sering mendengar ucapan pada diri seseorang, “lucu kali dia?”. Kadang kata ucapan itu oleh seseorang diucapkan kepada orang yang super serius di tempatnya. Coba anda bayangkan, orang yang super serius, itu pasti orang yang tidak pernah tertawa bahkan tersenyum, tertawa atau tersenyum kalau sudah terpaksa. Orang yang super serius pembawaannya pasti tegang dan susah diajak bercanda. Ngomongnya datar selalu. Cara berpakaiannya kebanyakan kurang ikut perkembangan; modalnya kebanyakan jam tangan dan rambut rapi atau kaca mata yang sekali-kali didorong dengan ujung jarinya ketika berbicara atau berdiri di depan khalayak ramai. Bahkan orang segan mengajaknya bercanda apalagi bicara. Bukan takut, tapi malas aja.
Tertawa itu menyehatkan, bahkan tertawa adalah sebuah reaksi psikologis ketika seseorang mengalami suatu keadaan, secara khusus ketika merasakan ada hal yang lucu, sehingga membuatnya tertawa. Ketika orang tertawa, di situlah menunjukkan bahwa manusia itu betul-betul sebagai makhluk sosial, yang mau atau tidak mau memerlukan orang lain. Anda tidak akan mungkin tertawa sendiri, kalau anda memang orang yang tidak mau dianggap gila oleh orang.
Orang yang suka tertawa, biasanya mereka yang memiliki perasaan senang bahkan setiap hari selalu merasa happy. Secara psikologis, orang yang suka tertawa itu menunjukkan bahwa orang itu lagi bahagia. Oleh karenanya, orang yang suka tertawa adalah orang-orang yang dalam hidupnya dilandasi sesuatu yang damai, memiliki kemampuan dalam menikmati kehidupan, memiliki sifat tenang bahkan memiliki kemampuan dalam mengelola hidup dengan baik, yang dirasakan selalu happy dan melewati hari-harinya dengan rasa senyum yang tidak dibuat-buat, selalu terkesan seolah-olah sedikitpun tidak ada beban pada dirinya.
Orang yang menjalani hidup dengan senyum dan tertawa belum tentu mereka tanpa beban dalam hidupnya, hanya saja mereka tidak mau orang lain tahu bahwa dirinya sedang dilingkupi suatu masalah. Bagi mereka, tidak ada masalah yang tidak dapat dipecahkan dan diselesaikan. Seberat dan sebesar apapun, pasti ada jalan untuk menyelesaikan. Berbeda dengan orang yang beranggapan, seolah-olah dia saja yang punya masalah, dan tidak ada jalan untuk menyelesaikannya. Bagi orang yang percaya agama, setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Makanya, masalah selalu dipandang berdasarkan siatuasi, boleh saja masalah itu dipandang sebagai ujian, cobaan, siksaan, bahkan kutukan.
Terhadap anggapan orang yang banyak tertawa di dunia akan menangis di kahirat. Atau orang yang tertawa berlebihan akan masuk neraka. Menurut saya itu terlalu berlebihan. Tertawa yang dimaksud, tertawa yang bagaimana dulu? Orang yang memiliki humor yang baik, ia akan tahu kapan harus tertawa dan kapan tidak tertawa. Demikian juga orang yang sama sekali tidak memiliki rasa humor, tertawa pun menjadi media untuk ditakut-takuti masuk neraka? Orang yang memiliki kesempurnaan dalam hidupnya adalah orang yang selalu senang dan bahagia dan salah satu cara wujud bahagia baginya adalah tertawa. Orang yang tidak bahagia dalam hidupnya, kenapa tertawa dianggap bahaya?
Percaya diri itu penting. Orang yang kuat percaya dirinya, menganggap masalah sebagai sahabatnya. Bayangkan kalau masalah dapat kita anggap sebagai sahabat. Bayangkan kalau masalah dapat menjadi sahabat baik kita. Tentu ia akan segan dengan kita dan dia akan pikir-pikir terlebih dahulu kalau ia ingin memberi kita masalah. Jangan-jangan masalah sudah terselesaikan sebelum masalah itu menghapiri kita. Ia pasti akan malu sendiri, karena bagi kita ia bukan lagi menjadi beban. Oleh karenanya, bagi orang yang suka tertawa atau tidak suka tertawa; tertawa atau tersenyum harus menjadi sahabat. Dengan demikian semua persoalan yang kita hadapi, besar atau kecil, maka masalah itu dapat kita selesaikan dengan baik dan tuntas dengan tersenyum dan tertawa bahagia.
Leave a Review