Aceh: di Antara Kekayaan Potensial dan Kekosongan Arah

Oleh: Ir. Fakhrurrazi

Aceh merupakan entitas yang, secara kodrat geografis dan sejarah peradaban, mengandung segala prasyarat kemajuan. Ia memiliki bentang alam yang agung, khazanah budaya yang luhur, serta ruang geopolitik yang strategis di persimpangan Samudera Hindia. Namun dalam konteks pembangunan kontemporer, kekayaan itu lebih sering menjadi narasi penghibur, ketimbang fondasi perubahan yang terarah.

Telah banyak sumber daya dihimpun, otoritas didistribusi, serta program dirumuskan, namun hasilnya belum menampilkan perubahan substansial yang menyentuh akar kehidupan masyarakat. Indikator sosial-ekonomi yang stagnan mengindikasikan bahwa arah pembangunan belum menemukan simpul-simpul kendalinya. Yang hadir adalah gerak administratif, bukan orkestrasi transformatif.

Tampak bahwa dinamika pembangunan lebih didorong oleh mekanisme pengulangan birokratis, ketimbang lompatan konseptual yang disusun atas pembacaan mendalam terhadap konteks dan kekuatan internal. Maka segala derap pembangunan, alih-alih menjadi narasi kemajuan, justru larut dalam pusaran rutinitas: membelanjakan, membangun, melaporkan tanpa menautkan secara intim pada capaian jangka panjang yang dirumuskan dengan kesadaran strategis.

Ada energi yang terurai, tapi tak dikonsentrasikan. Ada gerak, namun tak dituntun oleh poros yang konsisten. Akibatnya, pembangunan kehilangan wataknya sebagai proses transformasi, dan justru menjelma menjadi peristiwa administratif yang berulang setiap tahun tanpa orientasi historis yang utuh.

Aceh seolah berjalan, tetapi tanpa tapak. Ia berlayar, tetapi tanpa peta. Yang dihadapi bukan sekadar keterbatasan teknis atau sumber daya, melainkan kekosongan visi yang presisi dan ketidakhadiran disiplin dalam merancang jalan perubahan. Ini bukan perkara kurangnya niat baik, melainkan absennya mekanisme konseptual yang mampu mengonversi niat menjadi arah, dan arah menjadi capaian.

Maka yang dibutuhkan bukan lagi sekadar kerja keras, melainkan kerja cerdas yang berakar pada pemahaman mendalam tentang dari mana kita datang, di mana kita berpijak, dan ke mana kita hendak menuju. Tanpa itu, pembangunan hanya akan menjadi lingkaran tanpa pusat, dan Aceh akan terus menjadi wilayah yang kaya secara potensi, tetapi miskin dalam kepastian arah.

KataCyber adalah media siber yang menyediakan informasi terpercaya, aktual, dan akurat. Dikelola dengan baik demi tercapainya nilai-nilai jurnalistik murni. Ikuti Sosial Media Kami untuk berinteraksi