Katacyber.com | Lhokseumawe – Hutan adat Suku Awyu di Selatan Papua seluas 36.094 hektare separuh luas Jakarta terancam dihilangkan menjadi perkebunan dan pabrik kelapa sawit oleh PT. Indo Asiana Lestari (IAL). Diduga perusahaan asal Malaysia yang menjadi bagian dari proyek Tanah Merah yang berimplikasi terhadap masyarakat adat setempat yaitu, suku marga Woro dan marga-marga lain di komunitas Suku Awyu kehilangan hak atas tanah adat yang mereka tinggali sejak dahulu.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Malikussaleh (Unimal), M. Ardhi Maulana Muhammad, menyatakan bahwa pemerintah pusat dan daerah harus menghormati keberadaan kedaulatan dan hak-hak orang asli Papua atas tanah dan hutan adat dalam menentukan kebijakan serta perizinan usaha atas program-program yang berlangsung di wilayah adat. Pemerintah dan perusahaan terkait harus segera menyelesaikan berbagai sengketa dengan menggunakan sistem hukum, peradilan adat dan kelembagaan hukum adat yang hidup dalam masyarakat secara bijaksana damai dan adil agar tak terjadi konflik yang berkepanjangan.
“Kami berharap pemerintah merespons permasalahan izin serta mengkaji ulang terhadap dampak yang ada pada hutan papua apabila hal ini terjadi. Hutan Papua menjadi benteng terakhir, satu-satunya hutan tropis yang masih tersisa untuk selamatkan Indonesia dari ancaman krisis iklim, Selamatkan hutan adat untuk suku Awyu dan kelestarian lingkungan di Indonesia” Tegas M. Ardhi Maulana Muhammad, Ketua Umum BEM Universitas Malikussaleh kepada media.(Kamis, 13/Juni/2024).
Kabid Bidang Sosial Masyarakat dan Lingkungan hidup BEM Unimal, Andika Pratama juga menambahkan bahwa hutan di bumi Papua memiliki fungsi sebagai penyerap karbon dioksida (CO2) yang berada di atmosfer, kemudian mengeluarkan oksigen. Dengan luas hutan yang masif membuat hutan ini jadi penghasil oksigen terbanyak selain Hutan Amazon. Alam indah dan ekosistem yang masih sangat terjaga membuat masyarakat di sana mudah untuk mencari kebutuhan sehari-hari.
“Proyek ini berpotensi menghilangkan hutan alam, serta hasilkan emisi 25 juta ton CO2. Jumlah emisi ini sama dengan menyumbang 5% dari tingkat emisi karbon tahun 2030. Dampaknya tidak cuma ke warga Papua, tapi juga masyarakat seluruh indonesia bahkan dunia,” papar Andika Pratama.
Sambung Kabid Politik Hukum dan HAM BEM Unimal, MHD Hanif Putra juga turut menyatakan bahwa pemerintah pusat dan daerah juga harus menghormati keberadaan kedaulatan dan hak-hak orang asli Papua atas tanah dan hutan adat, dalam menentukan kebijakan serta perizinan usaha atas program-program yang berlangsung di wilayah adat. Menurut Pandangan Bidang Politik Hukum dan Ham Badan Eksekutif Universitas Malikussaleh bahwa berdasarkan pasal 65 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH) setiap orang berhak mengajukan usul/keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.
“Sebelum memberikan izin harusnya pemerintah setempat berkonsultasi kepada masyarakat dahulu. Apabila masyarakat adat tidak mengizinkan, maka pembukaan lahan sawit seharusnya tidak dilakukan, sesuai amanat konstitusi kita yaitu pasal 18A ayat (1) UUD 1945 bahwa setiap pemangku kebijakan dalam melaksanakan tugasnya harus selalu memperhatikan kekhususan dan keberagaman daerah,” Ungkap MHD Hanif Putra.
Leave a Review