Oleh Syarifuddin Abe
Hingga saat ini, mendefinisikan humor, ternyata belum ada satu kesepakatanpun. Kita belum menemukan satu pun definisi humor yang akurat. Masih simpang-siur. Definisi yang dijumpai saat ini masih boleh diperdebatkan dan pengertiannya juga masih apa yang umum dipahami; sebagai hal yang dapat menimbulkan kelucuan dan yang dapat membuat orang tersenyum dan tertawa.
Siapa saja boleh merendahkan humor, atau boleh memandang sebelah mata. Boleh menganggap humor bukan dan tidak ada apa-apanya. Itu semua hak siapa saja. Ingat, satu sisi, orang suka menyepelekan humor, tapi pada sisi yang lain orang susah mendefinisikan humor? Tapi pada sisi yang lain, tanpa sadar orang memerlukan humor. Walau bahkan para ahli dibuat pusing mencari dan memutarkan otaknya untuk mendefinisikan humor dengan sesungguhnya. Entah tidak berani, entah takut keliru. Yang pasti, hingga bumi berpusing-pusing mengitari matahari (heliosentris) tidak hanya tujuh keliling, seperti itulah kepala manusia dalam mencari definisi humor? Hingga saat ini.
Ulwan Fakhri, dalam buku Humor at Work (2022), mempertanyakan, mengapa hingga saat ini belum ada satu kesepakatan pun untuk mendefinisikan humor? Oleh Darminto M. Sudarmo, yang merupakan mantan Pemimpin Redaksi Majalah HumOr, mengiyakannya, bahkan menurutnya humor merupakan suatu energi budaya yang memiliki kandungan pengertian luar biasa sangat rumit, membingungkan, bahkan memeras energi. Bahkan ada yang lebih ekstrem lagi, Jaya Suprana yang merupakan humorolog, yang telah menerbitkan buku Humorologi, dengan penuh teori mendefiniskan “humor = ?”.
Kalau demikian adanya, apakah humor masih belum jelas definisinya? Dalam bukunya Humoroligi (2013) Jaya Suprana mencoba mencari definisi humor itu. Menurutnya, humor bermetamorfosis makna. Di tengah kemelut penuh simpang-siur persepsi, sejak awal kemunculannya memang tak dapat diingkari bahwa humor tidak ada sama sekali. Jaya Suprana juga tidak berani berandai-andai. Baginya, sepanjang sejarah manusia, bahkan dalam sejarah warisan tertulis tertua pun, termasuk Alkitab, istilah humor sama sekali tidak pernah ada. Tidak ada kejelasannya juga, kapan, di mana dan oleh siapa, kata “humor” pertama sekali hadir, diucapkan bahkan digunakan. Untuk itulah, kata “humor” sama sekali tidak ada hubungannya secara langsung dengan masalah jenaka atau tertawa?
Apakah humor dapat dikatakan, ada tapi tidak ada? Tidak ada tapi ada? Saya pikir tidak juga begitu. Tapi humor suda terlanjur disukai dan digemari oleh siapa pun. Humor sudah menjadi trend tersendiri bahkan menjadi favorit bagi seseorang dalam menikmati santainya. Humor sudah menjadi dan memiliki pandangan tersendiri bagi setiap orang. Apakah ia menyukai atau tidak menyukai. Makanya, tidak semua orang yang tidak suka tertawa, tidak menyukai humor, begitu juga sebaliknya. Saya pikir juga, humor tidak terlanjur ada, tidak ada pun, humor tetap ada, ada pun tidak mungkin menjadi tidak ada. Humor tidak kepalang basah ada. Ada humor pun tidak perlu basah-basah. Tapi ingat, dengan humor anda akan tertawa sampai basah-basah.
Di Indonesia sudah pernah dilaksanakan simposium dan diskusi serta seminar, tapi belum ada definisi humor yang akurat. Bahkan di kamus-kamus belum ditemukan definisi humor yang sesungguhnya. Humor yang dipahami selama ini masih dalam tataran pengertian menurut siapa saja, sehingga humor hanya dipahami sebagai sesuatu yang menghasilkan tawa, lelucon, guyonan, lucu, lawak, jenaka, lengkapnya humor dipandang sebagai hal yang berhubungan dengan tertawa. Pokoknya, semua yang berhubungan dengan humor pasti tertawa. Padahal belum tentu yang berhubungan dengan humor harus tertawa, boleh saja mengernyit, atau boleh juga menahan tawa; hal ini juga tergantung situasi dan kondisi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), humor diartikan dengan sesuatu yang menghasilkan lucu. Hal ini oleh para peneliti humor se-Indonesia menganggap seolah-olah humor itu tidak serius. Bahkan mereka mempertanyakan, apakah humor itu tidak serius? Menurut mereka, jawabannya tentu tidak; hal ini dikarenakan bahwa humor itu serius. Sebenarnya istilah itu paradoks, apalagi oleh pikiran orang yang normal mengaitkan kata ‘humor’ dengan sesuatu sifat ‘lucu’. Maka lazimnya humor itu dianggap sebagai anonim ‘lucu’.
Ketika humor itu dianggap serius, yang terjadi adalah suatu pertentangan dalam dirinya, hal inilah dianggap paradoks. Adanya pertentangan makna. Namun setelah dikaji secara mendalam akan terlihat suatu kebenaran yang terkandung dalam ungkapannya (Yasser Fikri, 2016). Seriusnya humor, karena humor juga membawa pesan-pesan. Dengan humor, kadang orang ingin menyampaikan sesuatu, yang dengan media lain orang susah atau tidak berani menyampaikannya. Dengan humor orang kadang memiliki kesempatan untuk menyampaikan sesuatu hal yang selama ini terganjal. Kalau humor itu tidak serius, tidak mungkin pada zaman Orde Baru humor dianggap dapat mengancam mereka? Pada sisi ini, humor tidak hanya serius, tapi humor juga menunjukkan eksistensinya (akan dibahas pada kesempatan lain).
Rumit memang, makanya oleh Ulwan Fakhri (2022), mengusulkan supaya humor dapat dirumuskan berdasarkan konteks dan terbatas berdasarkan suatu disiplin keilmuannya, sehingga makna dan definisi humor itu menjadi lebih spesifik dan tidak terkesan liar bahkan paradoks. Oleh Ulwan Fakhri kemudian mengusulkan definisi humor yang cukup umum sebagaimana yang disampaikan oleh Arwah Setiawan, humorolog serta dianggap sebagai filsuf humor Indonesia, menurut Arwah, humor adalah “sebuah gejala yang secara mental cenderung membuat orang tertawa”. Pada kesempatan yang lain, definisi humor boleh juga sebagaimana yang disampaikan oleh Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, yaitu “humor adalah berpikir secara beda dan baru”.
Secara umum, humor berasal dari Bahasa Inggris, humour, adalah berupa hal yang berkecenderungan untuk dapat membangkitkan rasa kegembiraan serta dapat memicu gelak-tawa. Hampir semua ahli, melihat asal kata humor dalam kebingungannya masing-masing. Karena istilah humor itu berasal dari sesuatu yang serius, bahkan sama sekali tidak terduga, lalu seperti diplesetkan makna seriusnya itu. Hal ini dikarenakan kata humor berasal dari istilah medis Latin Kuno, yaitu ‘humor’atau humorem atau umor yang berarti ‘cairan dalam tubuh’. Dalam istilah Latin Kuno, humor mengajarkan tentang keseimbangan cairan dalam tubuh manusia, hal ini mengatur kesehatan dan emosi manusia.
Humor itu memang lucu, sampai-sampai untuk mendefinisikannya menjadi lucu. Demikian juga ketika melahirkan istilah tentang humor, dan ini tidak hanya lucu dan aneh, namun menggelikan. Walau dapat dipahami bahwa, suatu istilah terlahir antara satu tempat atau daerah dapat berbeda, tapi biasanya tidak terlalu jauh dan mencolok. Bisa saja suatu istilah pada suatu tempat artinya demikian, di tempat lain bisa berarti lain lagi, sebagaimana halnya istilah humor itu. Contohnya istilah “beli” di Bali yang berarti “abang” atau istilah “pipis” di Bali yang berarti “uang”. Akan tetapi istilah “beli” dan “pipis” di Bali itu bermakna berbeda di daerah lain. Demikian juga kata “humor”, sah-sah saja begitu. Kalau tidak begitu, ya tidak lucu jadinya.
Dalam makalah Fahriansyah pada Jurnal Alhadharah (2019) menjelaskan, bahwa humor dalam istilah Latin Kuno, khususnya dalam ilmu faal kuno dikenal berupa unsur-unsur yang berasal dari kimiawi manusia, yaitu berupa darah, lendir, cairan empedu kuning dan cairan empedu hitam. Manser J dalam Dictionary of Humor (1989), menjelaskan, pertama, cairan darah (sanguis) dalam tubuh manusia dapat menentukan hati seseorang menjadi bahagia. Kedua, cairan lendir sangat menentukan suasana dingin dan senang (phlegmatic) pada seseorang. Ketiga, cairan empedu kuning yang menentukan suasana marah (choleric). Keempat, cairan empedu hitam yang menentukan suasana sedih (melancholic).
Fahruddin Fais (2020) juga memandang, berdasarkan arti awalnya, menurutnya sama sekali tidak ada hubungan dengan hal-hal yang lucu. Sebagaimana definisi humor oleh kebanyakan ahli, bahwa humor itu berupa cairan yang ada dalam tubuh memiliki fungsi dalam menjaga keseimbangan kesehatan manusia. Di sinilah letaknya, manakala kita tertawa, keseimbangan mental kita akan terjaga serta juga ada pengaruh terhadap kesehatan jasmaninya. Kemungkinan juga hal ini ada pengaruh dari arti dasarnya, makanya istilah ‘humor’ ini dipakai.
Mengutip pendapat Mary Ann Shaffer, Fahruddin selanjutnya menjelaskan bahwa istilah humor itu ada kaitannya dengan kesehatan dan emosi manusia. Makanya dengan humor segala sesuatu hal dapat diselesaikan dengan santai, tidak ada yang berat dengan humor, semuanya akan dapat diatasi sambil tersenyum. Segala sesuatu yang berat dapat menjadi ringan. Makanya, ketika kita dimaki-maki oleh orang, kita anggap saja itu semua adalah suatu candaan, guyonan; santai saja. Apabila segala sesuatunya dianggap santai dan enteng, maka segala sesuatunya akan menjadi ringan, plong. Menjalani kehidupan sehari-hari juga akan santai dan damai. Tidak ada yang berat, semua dapat diatasi. Pada hakikatnya, tidak ada yang berat di dunia ini. Yang berat adalah ketika emosi anda menganggap segala sesuatunya berat, maka akan berat.
Menurut Muhamad Yoga Firdaus dan Wahyudin Darmalaksana dalam Jurnal Maghza (2021), humor yang berasal dari bahasa Inggris, humour, yang memiliki arti sebagai kelucuan dan kejenakaan, dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu sebagai obyek dalam bentuk yang konkrit dan imajinasi yang kemudian dapat melahirkan senyum dan tawa. Lalu sebagai kecenderungan oleh seseorang dalam bersikap positif yang dapat melahirkan senyum dan tawa, serta sebagai sebuah sikap tersenyum dan tertawa yang terjadi diakibatkan oleh suatu sikap positif.
Diakhir tulisan ini, saya mengutip pendapat yang disampaikan oleh Yusrin Ahmad Tosepu dalam bukunya Humor, Dosen dan Pembelajaran (2020), menurutnya dari segi etimologi, humor yang berasal dari kata Latin (cair-cairan), oleh seorang dokter dari Yunani, Hipokrates (4 SM) yang merupakan bapak kedokteran, beranggapan bahwa kesehatan yang baik sangat tergantung pada empat cairan itu dan empat cairan itu sudah beberapa abad dipercayai memiliki berpengaruh terhadap temperamen seseorang. Untuk itulah humor cenderung untuk membangkitkan rasa gembira serta dapat memicu gelak tawa.
Leave a Review